Beranda | Artikel
Hadits Arbain Ke 4 - Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfudz
Senin, 15 April 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Anas Burhanuddin

Hadits Arbain Ke 4 – Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfudz merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini disampaikan pada 7 Jumadal Akhirah 1440 H / 12 Februari 2019 M.

Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi

Status program kajian Hadits Arbain Nawawi: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 16:30 - 18:00 WIB.

Download juga kajian sebelumnya: Hadits Arbain Ke 3 – Rukun Islam dan Meninggalkan Shalat

Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 4 – Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfudz

Kajian kali ini membahas hadits arbain ke 4.

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ      أَوْ سَعِيْدٌ.    فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya diperut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga  maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu adalah salah seorang sahabat senior Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau termasuk orang yang pertama kali masuk Islam. Beliau juga adalah ahli Al-Qur’an dari kalangan Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam sebuah hadits shahih, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan tentang keutamaan beliau:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْرَأَ الْقُرْآنَ غَضًّا كَمَا أُنْزِلَ فَلْيَقْرَأْهُ عَلَى قِرَاءَةِ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ

“Barangsiapa senang membaca Al Qur’an dengan benar sebagaimana ketika diturunkan, maka hendaklah ia membaca berdasarkan bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (Abdullah bin Mas’ud)” (HR. Ibnu Majah)

Ketika mendengar hadits ini, Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu segera datang ke rumah Abdullah bin Mas’ud untuk menyampaikan kabar gembira ini. Maka beliau mengetuk pintu Abdullah bin Mas’ud malam-malam dan Ibnu Mas’ud bertanya, “kenapa engkau datang diwaktu malam seperti ini wahai Umar?” Maka Umar mengatakan, “Aku ingin menyampaikan kabar gembira yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Kemudian beliau sebutkan hadits tadi.

Maka Ibnu Mas’ud mengatakan kepada Umar, “Terima kasih, tapi mohon maaf sebelum ini sudah datang Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu untuk menyampaikan hal tersebut.” Ini menunjukkan semangat para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk beramal baik, beribadah kepada Allah Subhanahu Ta’ala dengan maknanya yang luas. Bahkan amalan-amalan yang barangkali jarang terbetik dibenak sebagian kita, mereka memberikan perhatian khusus untuk ibadah-ibadah seperti itu. Disini beliau ingin memasukkan kegembiraan ke hati seorang Mukmin. Beliau berusaha untuk melakukan hal itu segera mungkin, karena seperti dikatakan, “Sebaik-baik kebaikan adalah yang disegerakan.” Namun ternyata meskipun sudah seperti itu beliau masih selangkah lebih lambat dibandingkan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu yang ternyata sudah menyampaikan hadits ini kepada Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu.

Beliau adalah orang yang pernah melakukan hijrah ke Habasyah juga ke Kota Madinah dan beliau meninggal pada tahun 32 Hijriyah. Ini sedikit tentang sirah Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu dan keutamaannya.

Dalam hadits ini beliau mengatakan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kepada kami atau berbicara kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya. Yakni jujur dalam perkataan beliau, tidak pernah berbohong seperti yang dikatakan oleh Khadijah Radhiyallahu ‘Anha dan diakui oleh orang-orang Quraisy di Mekah. Dan juga terpercaya dalam wahyu yang beliau sampaikan. Beliau tidak berbicara dengan hawa nafsu beliau, tapi yang beliau sampaikan adalah wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ ﴿٤﴾

dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm[53]: 4)

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu sengaja menyebutkan hal ini karena yang akan beliau sampaikan adalah sebuah hadits yang berisi tentang hal-hal yang ghaib, yang kalau orang tidak punya iman, kalau dia tidak punya pemahaman yang benar tentang Islam, maka bisa jadi menolaknya. Jadi Ibnu Mas’ud sengaja mengatakan bahwa beliau adalah orang yang jujur dan terpercaya untuk menegaskan bahwasannya apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits berikut ini itu semuanya adalah wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bukan dari diri beliau sendiri.

Hadits yang dimaksud oleh Ibnu Mas’ud adalah:

“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya diperut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari,”

Jadi, asal ciptaan seorang manusia dikumpulkan diperut ibunya selama 40 hari berupa nutfah atau berupa air yang sedikit. Sejak terjadi hubungan, dimana seorang laki-laki mengeluarkan mani dan pasangannya juga mengeluarkan cairan yang mirip, maka asal ciptaan yakni air dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan ini dikumpulkan diperut ibunda si janin selama 40 hari dalam bentuk nutfah (air yang sedikit).

Kemudian setelah itu dia berganti menjadi darah yang membeku selama 40 hari juga. Jadi setelah 40 hari bentuknya adalah air maka 40 hari berikutnya bentuknya adalah darah yang membeku. Kemudian fase yang ketiga adalah fase dimana bentuk asal penciptaan ini berubah menjadi daging yang bisa digigit oleh seseorang. Daging yang belum terlalu keras sehingga masih bisa digigit ini selama 40 hari.

Kemudian setelah melewati tiga fase ini, dikirimkan kepadanya malaikat yang tugasnya adalah mengurus rahim dibadan seorang wanita. Malaikat yang meniupkan ruh. Maka setelah 120 hari malaikat ini diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk meniupkan ruh ke janin ini sehingga akhirnya dia berubah menjadi makhluk yang hidup setelah sebelumnya dia adalah makhluk yang mati.

Disini seorang malaikat diutus untuk meniupkan ruh kemudian diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, yakni yang pertama adalah rezekinya kemudian amalannya, kemudian ajalnya dan yang keempat adalah apakah dia akan hidup bahagia atau dia akan hidup sengsara.

Jadi empat perkara ini sudah dituliskan pada malaikat pada usia bayi yang melewati 120 hari. Ketika janin sudah berusia 120 hari, maka dicatatkan untuknya empat perkara ini.

Sebanyak apa rezeki yang akan dia dapatkan selama dia hidup? Maka itu semuanya akan dia dapat selama dia hidup. Tidak akan lebih, tidak akan berkurang.

Kemudian juga amalnya, apa yang akan diamalkan selama dia hidup di atas muka bumi ini? Itu sudah dicatat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentunya sebelum itu sudah dituliskan 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.(HR. Muslim)

Adapun yang ditulis di sini adalah takdir diawal kehidupan setiap manusia sebagai penjabaran dari apa yang telah ditulis di Lauhul Mahfudz 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi.

Jadi, rezekinya dituliskan, kemudian amalnya selama hidup di atas muka bumi sudah dituliskan juga, kemudian ajalnya. Kapan dia meninggal juga akan dituliskan dikejadian ini. Semuanya dituliskan oleh para Malaikat ini, kemudian yang terakhir juga dituliskan baginya apakah dia akan hidup bahagia atau hidup sengsara. Ini menjelaskan kepada kita tentang takdir. Bahwasannya Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah mentakdirkan segala sesuatu.

Allah sudah tuliskan takdir segala sesuatu. Dan manusia tidak akan lepas dari takdir ini. Ini adalah satu hal penting yang harus kita imani, ini adalah bagian dari pokok ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Bahkan bukan cuma itu, tapi dia adalah juga rukun iman kita. Kita harus beriman kepada takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni bahwasanya Allah telah menuliskan takdir kita semuanya dan kita tidak akan keluar dari takdir itu.

Kemudian Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan, “Dan demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sungguh seorang diantara kalian beramal dengan amalan penduduk surga sampai tidak ada jarak antara dia dengan surga kecuali hanya satu hasta kemudian kitab takdir mendahuluinya maka dia beramal dengan amalan penduduk neraka maka dia pun masuk ke dalam neraka. Dan sebaliknya, seorang diantara kalian ada yang beramal dengan amalan penduduk neraka sehingga tidak ada jarak antara dia dengan neraka kecuali hanya satu hasta saja tapi kemudian kitab takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahuluinya maka diakhir hayatnya dia beramal dengan amalan penduduk surga maka kemudian dia masuk ke dalam surga.”

Dalam hadits ini disebutkan bahwa ini adalah pernyataan yang merupakan tambahan dari Abdullah bin Mas’ud. Hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah disampaikan di depan. Adapun yang sumpah dan setelahnya, ini adalah perkataan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu. Namun ada juga perkataan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang senada dengan perkataan beliau ini. Diantaranya adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari)

Kemudian dalam Shahih Muslim Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya beliau bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ الزَّمَنَ الطَّوِيلَ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ ثُمَّ يُخْتَمُ لَهُ عَمَلُهُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Ada orang yang mengamalkan amalan ahli surga pada waktu yang sangat lama, lalu ia menutup akhir hidupnya dengan amalan ahli neraka. Ada pula orang yang mengerjakan amalan ahli neraka pada waktu yang sangat lama, tetapi kemudian ia menutup akhir hidupnya dengan amalan ahli surga.” (HR. Muslim)

Jadi hadits yang kedua ini sangat mirip dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu dalam hadits yang kita bahas ini. Dan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Sahl bin Sa’ad ada sebuah hadits lain yang barangkali bisa membantu menjelaskan tentang orang yang sekian lama beramal dengan amalan penduduk surga lalu diakhir hayatnya beramal dengan amalan penduduk neraka dan orang yang sekian lama beramal dengan amalan penduduk neraka, tiba-tiba diakhir hayatnya beramal dengan amalan penduduk surga. Kenapa bisa seperti itu?

Hadits yang ketiga ini membantu kita untuk memahami hal tersebut. Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berjumpa dengan orang-orang Musyrikin dalam peperangan. Dan diantara Sahabat-sahabat beliau, ada seorang Sahabat yang sangat pemberani dalam medan pertempuran itu. Dia begitu gagah berani, dia sangat mahir dalam bertempur, sangat lincah dalam pertempuran sehingga para Sahabat mengatakan, “hari ini tidak ada seorangpun yang tampil lebih baik daripada si Fulan.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika mendengar hal itu beliau mengatakan bahwa orang ini adalah penduduk neraka. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengucapkan sebuah perkataan yang agak aneh dimata para Sahabat.

Mereka melihat sesuatu yang membuat mereka kagum dan mereka memuji orang ini, tapi justru Nabi Muhammad Shallallahu salam mengatakan dia termasuk penduduk neraka. Maka seorang dari yang hadir di situ bertekad untuk mengikuti apa yang terjadi dengan orang ini. Orang yang sedemikian gagah berani, orang yang sedemikian mahir dalam bertempur dan dipuji oleh para Sahabat, justru dikatakan menjadi penduduk neraka oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka salah satu Sahabat mengikuti orang tersebut, kemudian ternyata orang ini ditengah-tengah pertempuran mendapatkan luka yang parah dan dia tidak mampu untuk menahan sakit karena luka ini, maka akhirnya dia memutuskan untuk bunuh diri dengan cara menusukkan pedang ke tengah-tengah dadanya.

Ketika melihat apa yang terjadi ini, orang tersebut datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian mengatakan, “Aku bersaksi bahwa Engkau adalah benar-benar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Kemudian Sahabat ini bercerita kepada Rasul tentang apa yang beliau lihat di medan tempur.

Maka mendengar penjelasan Sahabat ini, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Ada seseorang yang melakukan amalan penghuni surga hingga terlihat oleh manusia menjadi penghuninya padahal ia termasuk penghuni neraka, sebaliknya ada seseorang yang melakukan amalan penghuni neraka hingga terlihat oleh manusia ia menjadi penghuninya padahal ia adalah penghuni surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini yang akan membantu menjelaskan dengan lebih gamblang lagi. Terkadang seseorang beramal dengan amalan penduduk surga dimata manusia. Jadi orang melihatnya beramal dengan amalan penduduk surga padahal dimata Allah belum tentu seperti itu. Kadang-kadang kita melihat ada orang yang shalat atau puasa atau haji atau umroh, membayar zakat, dimata kita dia adalah orang yang begitu shalih. Tapi siapa yang mengetahui isi hatinya? Bisa jadi orang tersebut tidak ikhlas dalam shalatnya, mencari pujian orang lain dengan umrah dan hajinya atau dia bersedekah agar dilihat dan dipuji oleh orang lain. Maka kesalahan-kesalahan yang tidak nampak ini, amalan-amalan batin yang tidak dilihat oleh manusia ini, bisa jadi membuat dia Su’ul Khatimah, bisa jadi membuat dia masuk ke dalam neraka. Yaitu Allah membalikkan hatinya karena amalan-amalannya yang buruk, kemudian dia beramal dengan amalan penduduk neraka dan diakhir hayatnya ia masuk ke dalam neraka seperti yang terjadi pada orang yang tadi membantu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam jihad kemudian ternyata dia bunuh diri diakhir hayatnya.

Sebaliknya, ada orang-orang yang bisa jadi beramal dengan amalan penduduk neraka dimata manusia. Yang dilihat oleh manusia adalah dia beramal dengan amalan-amalan yang buruk, tapi kita tidak mengetahui apa yang terjadi dibelakang layar. Barangkali dibelakang layar dia adalah orang-orang yang shalih atau orang yang ketika jatuh dalam maksiat dia menangisi maksiat itu dengan penyesalan yang pahalanya mengalahkan dosa-dosa yang dia kerjakan. Dia selalu menyesali setiap dosa yang dilakukan dengan taubat yang besar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun setelah itu dia jatuh lagi.

Amalan batin, amalan hati yang tidak tampak oleh manusia ini bisa jadi menyelamatkan dia diakhir hayatnya, sehingga akhirnya dia beramal dengan amalan penduduk surga kemudian dia masuk ke dalam surga.

Jadi hadits ini menjelaskan bahwasannya yang dimaksud adalah orang yang beramal dengan amalan penduduk surga dimata manusia. Adapun mereka yang beramal dengan amalan shalih yang benar-benar shalih, disana diwujudkan dua syarat diterimanya amal, yaitu dilakukan dengan ikhlas dan dilakukan sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka insya Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan dia.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا ﴿٣٠﴾

Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.” (QS. Al-Kahfi[18]: 30)

Dan ini adalah kondisi sebagian orang. Jadi berdasarkan kondisinya disebagian waktu dan diakhir hayatnya, maka manusia bisa diklasifikasikan kedalam empat kelompok:

Pertama, orang-orang yang semasa hayatnya yang beramal shalih dan dia mengakhiri hidupnya dengan Khusnul Khatimah. Ini adalah kondisi yang wajar, kondisi yang umum terjadi. Dari sejak kecil, sejak muda, diusia tuanya, dia terus berbuat baik, maka diakhir hayatnya dia mendapatkan Khusnul Khatimah. Ini adalah harapan kita semuanya.

Kedua, orang-orang yang selama hidupnya dia beramal buruk, beramal dengan amalan penduduk neraka. Kemudian diakhir hayatnya dia mendapatkan Su’ul Khatimah. Ini juga adalah kondisi yang normal, kondisi yang biasa terjadi. Kalau dia mudanya seperti itu, dia kan tua seperti itu. Kalau dia tua seperti itu maka dia akan mati dalam kondisi seperti itu. Ini wajar.

Ketiga, orang yang disebagian besar hidupnya dia beramal dengan amalan penduduk surga, beramal dengan amalan yang shalih, tapi diakhir hayatnya dia mendapatkan Su’ul Khatimah. Ini adalah kondisi yang jarang, tapi kalau itu terjadi maka hadits yang kita sebutkan tadi membantu kita untuk memahami. Bisa jadi orang yang kelihatan beramal shalih sepanjang hayatnya tadi itu memiliki amalan-amalan hati yang buruk, memiliki amalan-amalan yang tidak kelihatan oleh manusia yang buruk, yang akhirnya itu memiliki dampak buruk pada akhir hayatnya dan Allah membelokkannya diakhir hayatnya ketika dia sudah menyimpang.

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّـهُ قُلُوبَهُمْ

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka” (QS. Ash-Shaff[61]: 5)

Tidak mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala menyesatkan orang yang baik-baik saja, orang yang menjalankan ibadahnya sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tidak mungkin orang seperti itu dikecewakan, disia-siakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tetapi Allah justru akan menjaga dia. Dan penjagaan yang paling penting adalah penjagaan dalam urusan akhirat, penjagaan dalam urusan agama kita dan dijaga saat kita mengakhiri hidup kita, itu adalah penjagaan yang paling penting.

Maka kita yang diberikan taufiq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk bisa beramal shalih dikehidupan kita ini atau disebagian besar umur kita, hendaklah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat itu, kita berdo’a semoga Allah menjaga kita, bisa istiqamah diatas jalan ini. Dan kita tidak boleh merasa aman, bisa jadi kita memiliki dosa-dosa yang tidak tampak oleh manusia dan karena pengaruh buruk dosa itu kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala membuat kita menyimpang diakhir hayat kita kemudian beramal dengan amalan penduduk neraka kemudian itu menjadi menjadi Su’ul Khatimah bagi kita, Na’udzubillahi mindzalik.

Karenanya para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu mengkhawatirkan kalau-kalau mereka mempunyai kemunafikan dalam hati mereka yang kemudian kemunafikan itu membuat mereka menjadi Su’ul Khatimah.

Simak penjelasannya pada menit ke – 28:01

Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 4 – Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfudz

Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv

Pencarian: lauhul mahfudz jodoh, kitab lauhul mahfudz, jodoh di lauhul mahfudz, jodoh tertulis di lauhul mahfudz, jodoh lauhul mahfudz, lauhul mahfudz dalam al quran, lauhul mahfudz artinya, lauhul mahfudz adalah, arti lauhul mahfudz, apa itu lauhul mahfudz, calon imamku yang tertulis di lauhul mahfudz, lauhul mahfudz tentang jodoh, lauhul mahfudz itu apa, arti dari lauhul mahfudz, apa arti lauhul mahfudz, kitab lauhul mahfudz adalah, jodoh yang tertulis di lauhul mahfudz, tentang lauhul mahfudz, kitab lauhul mahfudz tentang jodoh, pengertian qadim dan lauhul mahfudz, apakah lauhul mahfudz itu


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47023-hadits-arbain-ke-4-proses-penciptaan-manusia-dan-takdir-dalam-lauhul-mahfudz/